Minggu, 24 April 2016

“Mensyukuri Nikmat Allah”
oleh:
Syifa Nur Azizah; X.B
            Rosulullah Saw memerintahkan kita agar melihat orang yang berada dibawah kita dalam masalah kehidupan dunia dan mata pencaharian. Tujuan dari hal itu agar kita tetap mensyukuri nikmat yang telah Allah berikan kepada kita Rosululloh Saw bersabda yang artinya:”lihatlah kepada orang yang berada dibawah mu dan jangan melihat orang yang berada diatasmu karena yang demikian lebih patut,agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan padamu”.
            Nabi Saw melarang seorang muslim kepada orang yang ada diatas kita maksudnya,jangan melihat orang yang kaya,banyak harta,kedudukan,jabatan,gajih yang tinggi,kendaraan yang mewah,rumah mewah,dll. Dalam kehidupan dunia terkadang kita melihat kepada orang-orang yang berada diatas kita. Hal ini merupakan kesalahan yang fatal.dalam masalah-masalh tempat tinggal,misalnya,terkadang seseorang hidup bersama keluarganya dengan”mengontrak rumah”,maka dengan keadaannya ini hendaklah ia bersyukur karna masih ada orang-orang yang tidak memiliki tempat tinggal dan tidur beratapkan langit begitupun dalam masalah penghasilan,terkadang seseorang hanya mendapat nafkah yang hanya cukup untuk makan hari yang sedang dijalani nya saja,maka dalam keadaanya inipun ia harus tetap bersyukur karna masih ada orang-orang yang tidak memiliki penghasilan dan ada orang yang hanya hidup dari menggantungkan harapannya kepada orang lain.
            Sedangkan dalam masalah agama,ketaatan,pendekatan diri kepada Allah,meraih pahala dan syurga,maka sudah seharusnya kita melihat kepada orang yag berada diatas kita,yaitu para Nabi,orang-orang yang jujur,para syuhada,dan orang-orang yang shalih. Apabila para salafush-shalih sangat bersemangat dalam melakukan sholat,puasa,shodaqoh,membaca Al-Qur’an,dan perbuatan baik lainnya maka kita pun harus berusaha melakukannya seperti mereka. Dan inilah yang dinamakan berlomba-lomba dalam kebaikan.
            Dalam masalah berlomba-lomba meraih kebaikannya Allah ta’ala berfirman:”dan untuk demikian itu,hendaknya orang-orang berlomba-lomba.”(Al-Muthafifin/83:26).Rosulollah Saw memerintahkan melihat kepada orang yang berada dibawah kita dalam masalah dunia,agar kita menjadi orang-orang yang bersyukur dan Qona’ah yaitu merasa cukup dengan apa yang Allah telah karuniakan kepada kita,tidak hasad dan tidak iri kepada manusia.
            Apabila seorang muslim hanya mendapatkan makanan untuk hari yang sedang ia jalani sebagai kenikmatan yang paling besar baginya. Rosulullah Saw telah menyinggung hal ini dalam sabdanya:”siapa saja diantara kalian yang merasa aman di tempat tinggalnya, diberikan kesehatan pada badanya,dan ia memiliki makanan untuk harinya itu,maka seolah-olah ia telah memiliki dunia seluruhnya.”
            Abu dzar ra adalah teladan kita dalam hal ini beliau mencari makan untuk hari yang sedang dijalani nya,sedangkan untuk esok harinya beliau mencari lagi,beliau melakukan demikian it uterus menerus dalam kehidupan nya.

Dakwah: “Masuk Ke Surga Dan Neraka Karena Seekor Lalat”


Masuk Ke Surga Dan Neraka Karena Seekor Lalat
oleh:
Putri Salsabila; X.B

            Surga dan Neraka merupakan hak prerogatif Allah SWT kepada hamba-Nya. Sang Maha Pencipta memberikan ujian kepada manusia disunia untuk meraih salah satu dari dua termpat tersebut. Untuk meraih surga, manusia berlomba-lomba melakukan ibadah yang dianggap bernilai pahala besar. Namun melakukan amal kebaikan juga tidak membuat seseorang di jamin mendapat tempat indah tersebut.
            Sebuah riwayat menceritakan tentang wanita yang taat ibadah dijamin masuk neraka karena menyiksa seekor kucing, ada juga kisah tentang wanita tuna susila yang masuk surga karena menolong seekor anjing. Ternyata makhluk Allah yang lain juga bisa membawa manusia menuju surga dan neraka. Seperti kisah tentang dua orang yang masuk surga dan neraka karena seekor lalat.
            Salah satu dari mereka masuk neraka, sementara satunya lagi menikmati indahnya surga. Ternyata kebaikan atau kejahatan yang kita nilai sepele bernilai besar menurut Allah. Sementara kebaikan yang kita anggap besar justru kecil dihadapan Allah SWT.
            Kisah ini ditulis oleh Imam Ahmad bin Hanbal dalam kitab yang berjudul Az Zuhud. Ia menulis sebuah riwayat yang disampaikan sahabat Salman Al Farisi Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah bersabda yang artinya, “Ada seorang lelaki yang masuk surga gara-gara seekor lalat dan ada pula lelaki lain yang masuk neraka gara-gara lalat”. Para sahabat yang bingung kemudian bertanya “Bagaimana hal itu bisa terjadi wahai Rasulullah?”
“Ada dua orang lelaki,” jawab Rasulullah, “yang melewati suatu kaum yang memiliki berhala. Tidak ada seorangpun yang diperbolehkan melewati daerah itu melainkan dia harus berkorban(membiarkan sesaji) sesuatu untuk berhala tersebut. Mereka pun mengatakan kepada salah satu diantara dua lelaki itu, “berkorbanlah!” ia pun menjawab, “aku tidak punya apa-apa untuk dikorbankan.” Rasulullah meneruskan, mereka mengatakan, “berkonbanlah, walaupun hanya dengan seekor lalat.” Orang tadi kemudian menangkap lalat dan mengorbankannya. Tak lama kemudian, selepas melakukan kekeliruan terbesar dalam hidupnya, orang  pertama ini mati setelah diberi izin untuk melewati pemukiman penyembah berhala tersebut. Kata Rasulullah Saw sebagaimana diriwayatkan Imam Ahmad ini, karena perbuatannya itu, ia dimasukkan ke dalam neraka. Mereka kemudian memerintahkan satu orang lagi untuk berkorban serupa seperti sebelumnya. “berkorbanlah” ia menjawab, “tidak pantas bagiku berkorban untuk sesuatu selain Allah ‘azza wa jalla.” karena itulah, Rasulullah Saw bersabda, “Kemudian ia (penyembah berhala) memenggal leher orang itu dan Allah SWT memasukkan orang itu ke dalam surga.”
            Demikianlah kejadian dua orang manusia yang nasibnya berbeda karena salah satunya berujung di neraka selama-lamanya, dan yang lainnya berujung disurga selama-lamanya. Padahal, kedua orang tersebut sama sama seorang muslim. Sesembahan kita hanyalah Allah Swt. Mengesakan-Nya adalah tiket utama menuju surga. Adapun sebaliknya, menduakan Allah Swt berarti memesan satu tempat kekal nan abadi di dalam neraka.

Dakwah: "Yaqin (Dzikra)"


"Yaqin (Dzikra)"
oleh:
Jean Rahmatunnisa; X.B

Dalam Q.S At-Takatsur, Allah telahmenjelaskan bahwa manusia hidupnya bermegah-megahan dalam segala hal. Ada yang sombong dengan ketampanan dan kecantikannya, hartanya,kedudukannya, dan apapun yang dimiliki mereka.
Firman Allah : (Q.S At- Takatsur) dalam ayat nya terdapat kata ilmu yaqin dan ainul yaqin. Dan yaqin itu terbagi kepada 3 macam:
1.      Ilmu yaqin yaitu seseorang meyakini berdasarkan ilmu. Misalnya ia meyakini bahwa api itu panas, sehingga ia tidak mau menyentuhnya.
2.      Ainul yaqin yaitu setelah melihat dengan mata kepalanya. Misalnya ia meyakini bahwa api itu panas setelah melihat orang lain terbakar.
3.      Haqqul yaqin yaitu ia meyakini setelah merasakan panasnya.
Al-yaqin diartikan pula kematian, karena orang yang mati akan mengetahui dan merasakan haq itu benar dan batal itu salah. Dalam firman Allah (Q.S Al-Hijr :99), Al-Qur’an disebut juga Haqqul yaqin karena kebenarannya tidak bisa disangkal lagi, terutama saat mengalami kematian.
Dineraka nanti semua orang berdosa akan merasakan dengan yakin kebenaran apa yang dibawa oleh Nabi Muhammad. Sebagai mana difirmankan allah dalam Q.S As-sajdah :12.
Keyakinan dari akhirat sedikitpun tiada gunanya, karena sikap demikian tidak akn mendinginkan panasnya api neraka.
Tuntutlah ilmu agama, galilah kandungan Al-Qur’an, yakinkan kebenarannya, nyatakan dalam amal perbuatan, mintalah petunjuk Allah, niscaya akan mendapatkan ilmu yaqin.

Dakwah: "Kondisi Kaum Muslimin Saat Ini"


Kondisi Kaum Muslimin Saat Ini
oleh
 Lina Andini; X.B
                                    

 وَقَالَ النَّبِيُ: اِتَّقِ اللهَ حَيْثُ مَا كُنْتَ وَأَتْبِعِ السَّيِّئَةَ الْحَسَنَةَ تَمْحُهَا وَخَالِقِ النَّاسَ بَخُلُقٍ حَسَن
 (رواه الترمذي، حديث حسن).
         "Dan jika kalian menghitung nikmat Allah, tidaklah dapat kamu menghitungnya” (Ibrahim 34).
Dan terlebih-lebih karena Allah masih mengkaruniakan kepada kita dua kenikmatan yang besar yaitu nikmat Iman dan nikmat Islam, karena dengan kedua nikmat ini merupakan satu bukti bahwa kita merupakan umat pilihan, yang dipilih oleh Allah, sebagimana firman Allah:
“Dan tidak seorangpun akan beriman kecuali dengan izin Allah” (Yunus 100).
 Allah berfirman dalam Al-Quran  surat An-Nur ayat 55:
     “Dan Allah telah berjanji kepada orang-orang yang beriman di antara kamu dan yang mengamalkan kebaikan bahwa Dia sungguh-sungguh akan menjadikan mereka berkuasa di muka bumi, sebagaimana Dia telah menjadikaan orang-orang sebelum mereka berkuasa, dan sungguh Dia akan meneguhkan bagi mereka agama yang telah diridhaiNya untuk mereka dan Dia benar-benar akan merubah keadaan mereka sesudah mereka berada dalam ketakutan menjadi aman sentosa. Mereka tetap menyembahKu dan tiada mempersekutukan sesuatu apapun dengan Aku. Dan barangsiapa yang masih kafir setelah janji itu maka mereka itulah orang-orang yang fasiq”
        Ada satu wasiat yang disampaikan Rosulullah, mengenai sebuah kondisi yang akan menimpa umat Islam, dimana pada saat itu mereka akan dihinakan, direndahkan, diinjak-injak. Padahal mereka sebelumnya adalah kelompok-kelompok yang mulia, kelompok yang kuat dan kelompok yang dikenal keberaniannya, yang apabila musuh-musuh mendengar nama-nama mereka maka timbullah rasa takut dalam hati mereka.
      Namun, apabila kita melihat kondisi kaum muslimin sekarang, maka kita akan bertanya, dimanakah kemuliaan itu? yang telah Allah janjikan dalam firmanNya surat An-Nur ayat 55 tadi dan dimanakah kekuatan dan keberanian yang pernah ada? maka jawabnya, semuanya sudah hilang, semuanya kini hanya menjadi sebuah kenangan dan menjadi sebuah cerita. Kalau kita lihat sejarah yang telah berlalu, maka kita akan mendapatkan bahwa kaum muslimin pada masa Rasulullah, shahabat, tabi’in, dan tabi’ut tabi’in, mereka hidup dengan mulia dan terhormat, mereka menjadi mulia dengan keislaman mereka.
       Setelah kita melihat sekilas sejarah masa lampau, maka secara sadar atau tidak sadar sebuah pertanyaan yang harus kita jawab yaitu: “Apa penyebab yang menjadikan umat Islam pada saat sekarang ini dihinakan bahkan diinjak-injak?”. Untuk menjawab pertanyaan tersebut marilah kita ingat-ingat kembali sabda Rasulullah saw:
يُوْشَكُ أَنْ تَدَاعَى عَلَيْكُمُ اْلأُمَمُ كَمَا تَدَاعَى اْلأَكَلَةُ إِلَى قَصْعَتِهَا، فَقَالَ قَائِلٌ: أَوَمِنْ قِلَّةٍ نَحْنُ يَوْمَئِذٍ؟ بَلْ أَنْتُمْ يَوْمَئِذٍ كَثِيْرٌ، وَلَكِنَّكُمْ غُثَاءٌ كَغُثَاءِ السَّيْلِ، وَسَيَنْزِعَنَّ اللهُ مِنْ صُدُوْرِ عَدُوِّكُمُ الْمَهَابَةَ مِنْكُمْ وَلْيَقْذِفَنَّ اللهُ فِيْ قُلُوْبِكُمُ الْوَهَنُ. قَالَ قَائِلٌ: يَا رَسُوْلَ اللهِ، وَمَا الْوَهَنُ؟ قَالَ: حُبُّ الدُّنْيَا وَكَرَاهِيَةُ الْمَوْتِ. (رواه البيهقي، حديث حسن).
     “Hampir tiba saatnya persatuan bangsa-bangsa mengerubut atas kamu sekalian seperti bersatunya orang-orang mengerubut makanan yang ada di atas nampan. Ada sahabat bertanya: apakah karena sedikitnya jumlah kita pada masa itu? Beliau bersabda: Bahkan jumlah kalian pada masa itu banyak. Tetapi kalian pada saat itu bagaikan buih seperti buih banjir. Dan Allah akan mencabut dari dada-dada musuh kalian (rasa) ketakutan kepada kalian, dan Dia akan memasukkan ke dalam hati-hati kalian al-wahan. Lalu shohabat bertanya: Ya Rasul apakah al-wahan itu? Beliau bersabda: cinta dunia dan takut mati” (HR. Baihaqi, hadist hasan).
  Dan Rasulullah Shallallaahu alaihi wa Salam bersabda:
إِذَا تَبَايَعْتُمْ بِالْعِيْنَةِ وَأَخَذْتُمْ أَذْنَابَ الْبَقَرِ وَرَضِيْتُمْ بِالزَّرْعِ وَتَرْكُتُم الْجِهَادَ، سَلَّطَ اللهُ عَلَيْكُمْ ذُلاًّ لاَ يَنْزِعُهُ عَنْكُمْ حَتَّى تَرْجِعُوْا إِلَى دِيْنِكُمْ. (رواه أبو داود، حديث صحيح).
    “Jika kalian berjual beli dengan cara ‘inah dan kalian mengambil ekor sapi (sibuk dengan peternakan) dan kalian merasa lega dengan pertanian dan kalian meninggalkan jihad, maka Allah akan menurunkan kehinaan bagi kalian. Dan Allah sekali-kali tidak akan melepaskannya, kecuali jika kembali kepada agama kalian”. (HR. Abu Dawud hadist shahih)
      Pada masa sekarang ini kita sering mendengar dan melihat slogan-slogan Islami yang setidaknya dapat membesarkan hati kita sebagai umat Islam. Namun pada sisi lain kita harus ingat bahwa memperjuangkan Islam itu tidak hanya sebatas slogan-slogan yang dipampang dikeramaian umum, sehingga setiap orang dapat melihat dan membaca, dan dalam memperjuangkan Islam ini tidak cukup hanya dengan menulis spanduk-spanduk, selebaran-selebaran dan lain sebagainya. Kita sebagai muslim harus sadar bahwa memperjuangkan Islam, untuk mengembalikan kemuliaan Islam dan muslimin kita dituntut untuk memperjuangkan Islam dengan perjuangan yang haqiqi, dengan mencurahkan tenaga yang ada, dengan mengorbankan harta benda bahkan lebih besar dari itu kita dituntut juga untuk mengorbankan jiwa kita, dengan kata lain kita dituntut untuk berjihad fii sabiilillah.
      Berjihad di jalan Allah inilah yang dapat menjadikan umat Islam umat yang mulia, umat yang dihormati, umat yang dikenal dengan keberanian yang ditakuti oleh lawan. Dan inilah kunci mengapa pada generasi pertama Islam, kaum muslimin menjadi umat yang kuat dan umat yang ditakuti, tidak lain jawabnya adalah bahwa dikarenakan mereka menjadikan jihad sebagai jalan hidup mereka. Mereka sangat cinta jihad dan mereka sangat merindukan gugur sebagai syuhada’, sehingga dikarenakan kecintaan mereka yang sangat besar terhadap jihad, didapati di antara mereka yang tidak mempunyai harta benda kecuali pedang dan seekor kuda perang yang keduanya digunakan untuk berjihad di jalan Allah..
      Dan sebaliknya apabila kita sudah melupakan jihad, kita disibukkan dengan masalah-masalah keduniaan, di antaranya kita sibuk dengan perdagangan dengan peternakan dan dengan pertanian atau perkebunan, dan dengan kesibukan itu semua kita meninggalkan jihad di jalan Allah, sehingga hari-hari kita habis atau hanya diisi dengan kesibukan untuk menghitung-hitung kekayaan yang kita miliki. Apabila semua ini ada pada diri kita, maka Allah akan menimpakan kehinaan kepada kita, yang kehinaan itu tidak akan Allah cabut kecuali apabila kita kembali kepada agama kita, dan Allah pun akan mencabut dari dada-dada musuh-musuh kita rasa takut kepada kita.

Dakwah: "Larangan Berputus Asa"


"Larangan Berputus Asa"
oleh:
Biyadika Raksanagari Latiefah; X.B


Bagi orang yang beriman, tidak ada kata yang perlu ditakuti, juga tidak perlu sedih hati. Mereka yakin bahwa Allah Maha Pengasih dan Maha Penyayang, dan Rahmat-Nya meliputi segenap alam karena Allah telah berfirman : “Sesungguhnya orang-orang yang mengatakan, ‘Tuhan kami ialah Allah’ kemudian mereka meneguhkan pendirian maka malaikat akan turun kepada mereka (dengan mengatakan) ‘Janganlah kamu merasa takut (menghadapi masa depan) dan janganlah kamu bersedih hati (terhadap masa lalu)’ dan gembirakanlah mereka dengan memperoleh surga yang telah dijanjikan Allah kepadamu” (Qs. Fushilat : 30)
Kehilangan harapan ini merupakan penyakit yang tidak semestinya melanda umat islam karena dengan bekal iman dan tauhid tidak mungkin seorang muslim berputus asa. Tidak ada satu agama pun di dunia ini yang menganjurkan umatnya melakukan pendkatan kepada Tuhannya seintensif Islam. Dalam sehari seorang muslim minimal lima kali, bertemu dan mengahadapkan wajahnya kepada Allah. Belum lagi sholat-sholat lainnya. Pada malam hari seorang hamba dianjurkan bangun pada tengah malam atau sepertiga malam untuk menyambung komunikasi dengan Allah. Pada siang hari ada shalat dhuha dan beberapa shalat sunnah lainnya.
Bila ibadah ritual itu masih dirasa kurang, setiap muslim dianjurkan untuk selalu dzikir kepada Allah di mana pun dan kapan punjuga. Baik di rumah, ataupun dimana saja. Salah satu berdzikir adalah mengingat kebesaran Allah SWT. Dengan ingatan itu, diharapkan manusia tidak berkecil hati menghadapi kenyataan. Hari ini mungkin belum berhasil. Tapi harus diingat bahwa masih ada hari esok, meskipun itu juga masih ghaib, tetapi kita tetap harus merencanakan sesuatu. Jika di dunia ini juga belum sepenuhnya beruntung, bukankah akhirat itu merupakan sebenar-benarnya kehidupan? Maka untuk apa lagi berputus asa? Allah berfirman : “Sesungguhnya, tiada berputus asa dari Rahmat Allah, melainkan kaum kafir.” (Qs. Yusuf : 87). Maka untuk itu, mari kita bersama sama mencari keridhoan Allah, Karena sesungguhnya Allah itu selalu bersama kita. SEMANGAT BERJIHAD! J

Dakwah : "Salah Satu Kunci Kebahagian"


 "Salah Satu Kunci Kebahagian"
oleh:
Reni Nuryani Rahmawianti; X.B

            Alhamdulillaah, asyhadu an laa ilaaha illallaah wa asyhadu anna muhammadan anduhu warasuluhu. Alladzii laa nabiya ba’da ammaa ba’du
            Pada kesempatan kali ini, saya akan menjelaskan tentang kunci  kebahagian yang sering dilupakan oleh manusia.  Sebelumnya, pasti banyak diantara kita yang ingin hidup dengan bahagia kan? Banyak diluaran sana orang-orang yang hidup serba ada tapi mereka terlihat tidak bahagia dengan apa yang mereka miliki. Ada juga orang-orang yang hidup sederhana tapi mereka terlihat sangat bahagia dengan apa yang mereka miliki. Mengapa bisa seperti itu? Karena orang-orang yang hidup dengan sederhana tadi selalu bersyukur kepada Allah Swt atas apapun yang telah diberikan oleh-Nya. Dan bersyukur itu merupakan salah satu kunci kebahagian, tak sedikit pula orang yang melupakan untuk bersyukur.
            Dan apa bersyukur itu? Menurut saya, bersyukur adalah ungkapan terimakasih kepada Allah Swt atas nikmat-nikmat yang telah diberikan-Nya kepada kita semua. Menurut Ibn al-Qayyim dalam kitabnya, Madarij As-Salikin, syukur itu tampak pada bibir hamba dengan mengakui danmemuji keagungan Allah contohnya dengan mengucapkan alhamdulillaah, dalam hatinya dengan semakin menyakii dan mencintai-Nya,danpada anggota badannya dengan semakin tunduk, khusyuk, dan taat kepada-Nya.
            Apakah kita tidak malu begitu seringnya kita berbuat maksiat tetapi Allah tetap memberi penghidupan yang baik kepada kita? Maka dari itu, marilah kita bersama-sama sedikit demi sedikit bersyukur atas nikmat Allah yang tak terhitung itu dimulai dari hal-hal yang kecil. Karena dengan bersyukur juga, dapat menjadi pintu pembuka rezek. Tidak rugikan? So, jangan iri dengan apa yang dimiliki oleh orang lain. Bersyukur itu lebih baik dari iri.
            Rabbannaa atinaa fiddunyaa hasanah wa fil aakhirati hasanah wa qinaa adzaabannaar.
            Wassalamu’alaikum Wr. Wb. 

Sabtu, 23 April 2016

Dakwah: “ZUHUD, WARA’, TAWADHU’ DAN QANA’AH”

ZUHUD, WARA, TAWADHU DAN QANAAH
oleh :
Deiska Lestari Maulani; X-B

Makna & hakikat zuhud banyak diungkap Al-Qur’an, Al Hadits, & ucapan para ulama. Misalnya surat Al-Hadiid ayat 20-23 berikut ini.

"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah permainan & suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta & anak, seperti hujan yang tanam-tanamannya mengagumkan para petani  kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras & ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain hanyalah kesenangan yang menipu. Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan) ampunan dari Tuhanmu & surga yang luasnya seluas langit & bumi, yang disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah & Rasul-rasul-Nya. Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan Allah mempunyai karunia yang besar. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi & (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, & supaya kamu jangan terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri."

Ayat di atas tidak menyebutkan kata zuhud, tetapi mengungkapkan tentang makna dan hakikat zuhud. Ayat ini menerangkan tentang hakikat dunia yang sementara dan hakikat akhirat yang kekal. Kemudian menganjurkan orang-orang beriman untuk berlomba meraih ampunan dari Allah dan surga-Nya di akhirat.

Imam Ahmad menafsirkan tentang sifat zuhud yaitu tidak panjang angan-angan (impian/target) dalam kehidupan dunia. Beliau melanjutkan, orang yang zuhud ialah orang yang bila dia berada di pagi hari dia berkata "Aku khawatir tidak bisa menjumpai waktu sore hari". Maka dia segera memanfaatkan waktunya untuk beramal & beribadah sebaik-baiknya.
Ibnu Taimiyah mengatakan -sebagaimana dinukil oleh muridnya, Ibnu al-Qayyim- bahwa zuhud adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat demi kehidupan akhirat

1. WARA’

Wara’ mengandung pengertian menjaga diri atau sikap hati-hati dari hal yang syubhat & meninggalkan yang haram. Lawan dari wara' adalah syubhat yang berarti tidak jelas apakah hal tsb halal atau haram.
 "Sesungguhnya yang halal itu jelas & yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada yang syubhat, manusia tidak banyak mengetahui. Siapa yang menjaga dari syubhat, maka selamatlah agama & kehormatannya. Dan siapa yang jatuh pada syubhat, maka jatuh pada yang haram" (HR Bukhari & Muslim)

Contoh: Seseorang meninggalkan kebiasaan mendengarkan & memainkan musik karena dia tahu bahwa bermusik atau mendengarkan musik itu ada yang mengatakan halal & ada yang mengatakan haram.

2. TAWADHU
Tawadhu’ adalah lawan kata dari takabbur (sombong). Ia berasal dari lafadz Adl-Dla’ah yang berarti kerelaan manusia terhadap kedudukan yang lebih rendah, atau rendah hati terhadap sesama/orang yang beriman, atau mau menerima kebenaran apapun bentuknya dan dari siapa pun asalnya.
Seseorang belum dikatakan tawadhu’ kecuali jika telah melenyapkan kesombongan yang ada dalam dirinya. Semakin kecil sifat kesombongan dalam diri seseorang, semakin sempurnalah ketawadhu’annya dan begitu juga sebaliknya. Ahmad Al Anthaki berkata: “Tawadhu’ yang paling bermanfaat adalah yang dapat mengikis kesombongan dari dirimu dan yang dapat memadamkan api (menahan) amarahmu”. Yang dimaksud amarah di situ adalah amarah karena ke-pentingan pribadi yang merasa berhak mendapatkan lebih dari apa yang semestinya diperoleh, sehingga membuatnya tertipu & membanggakan diri (Kitab Ihya ‘Ulumuddin, Al Ghazali).

Imam Al Ghazali rahimahullah memberi nasihat agar kita jangan sampai melihat diri kita lebih baik. Karena kebaikan yang hakiki adalah dari penilaian Allah di akhirat kelak dan itu masalah ghaib. Hal itu juga tergantung dengan keadaan bagaimana keadaan kita waktu meninggal.

Oleh Sebab itu, Imam Al Ghazali pun menyampaikan agar kita memandang pihak lain dengan kacamata tawadhu’,”Jika engkau melihat anak kecil, katakanlah dalam hatimu, 'Ia belum pernah bermaksiat kepada Allah. Sedangkan aku telah bermaksiat. Tidak diragukan lagi bahwa ia lebih baik dariku.' Jika engkau melihat orang yang lebih tua katakanlah,’Orang ini telah beribadah sebelum aku melakukannya. Tidak diragukan lagi bahwa ia lebih baik dariku.’ Jika melihat orang alim (pandai), katakan,’Orang ini telah memperoleh apa yang belum aku peroleh. Maka, bagaimana aku setara dengannya.’Jika dia bodoh, katakan dalam hatimu,’Orang ini bermaksiat dalam kebodohan, sedangkan aku bermaksiat dalam keadaan tahu. Maka, hujjah Allah terhadap diriku lebih kuat, dan aku tidak tahu bagaimana akhir hidupnya dan akhir hidupku.’ Jika orang itu kafir, katakan,’Aku tidak tahu, bisa saja dia menjadi Muslim dan akhir hidupnya ditututup dengan amalan yang baik dan dengan keislamannya dosanya diampuni. Sedangkan aku, dan aku berlindung kepada Allah dari hal ini, bisa saja Allah menyesatkanku, hingga aku kufur dan menutup usia dengan amalan keburukan. Sehingga ia kelak termasuk mereka yang dekat dengan rahmat sedangkan aku jauh darinya.’

4. QANA’AH

Qanaah mengandung pengertian merasa cukup/puas dengan yang ada dan cukup atas pemberian rizki atau nikmat dari Allah swt. Lawan dari qanaah adalah tamak.

Hendaknya para penuntut ilmu selalu menghiasi diri dengan sikap qana’ah (menerima apa adanya yang diberikan oleh Allah Ta’ala) dan zuhud. Para Ulama mengatakan zuhud itu derajatnya lebih tinggi di bandingkan wara’ karena pengertian wara’ adalah meninggalkan apa saja yang bisa membahayakan bagi kehidupan seseorang, sedangkan zuhud adalah meninggalkan apa saja yang tidak bermanfaat bagi kehidupan akhiratnya. Jika ada sesuatu yang tidak membahayakan sekaligus tidak ada manfaatnya maka orang yang sekedar wara’ tidak akan menghindarinya, namun orang yang zuhud akan menjauhinya karena dia tidak akan berbuat kecuali yang membawa manfaat bagi kehidupan akhiratnya.

Dakwah: “BERSYUKUR KETIKA BERSIN”

Bersyukur Ketika Bersin
oleh:
Ahyani Nurrahmi Hakim; X-B

            Bersin adalah reaksi ilmiah tubuh ketika ada benda asing yang masuk melalui hidung, mulut, atau tenggorokan. Bersin dimaksudkan membersihkan hidung dan tenggorokan dari benda asing tersebut. Bersin juga terjadi akibat reaksi udara dingin, bau menyengat yang kuat, atau alergi. Ketika kita bersin, maka yang langsung refleks terucap yaitu “alhamdulillah” karena kita tahu dari hadits yang diriwayatkan oleh imam Bukhori dan juga imam Muslim, yakni :

“Apabila salah seorang dari kalian bersin, hendaknya dia mengucapkan ‘Alhamdulillah’ sedangkan saudaranya atau temannya hendaklah mengucapkan ‘Yarhamukallah’ (Semoga Allah merahmatimu). Jika saudaranya berkata ‘Yarhamukallah’ maka hendaknya dia berkata, ‘Yahdikumullah wa yushlih baalakum’ (Semoga Allah memberimu petunjuk dan memperbaiki hatimu).” (HR. Bukhari no. 6224 dan Muslim no. 5033)

Sepintas, bersin adalah hal yang biasa terjadi atau bahkan mungkin sepele bagi manusia. Padahal di saat bersin, jantung kita seperti berhenti berdenyut (lebih tepatnya melambat) untuk sepersekian detik. Jadi ketika bersin itu selesai, kita seperti baru saja melewati maut. Maka dari itu, bersyukurlah.

 Bersin yaitu keluarnya udara dengan sangat keras, kuat, disertai hentakan melalui dua lubang hidung dan mulut. Dan jika mata kta terbuka, mata kita akan keluar karena kerasnya bersin, namun Allah menghendaki ketika kita bersin tidak bisa membuka mata. Dan juga akan terkuras dari badan bersamaandengan bersin ini sejumlah debu, haba (sesuatu yg sangan kecil) atau mikroba yang terkadang masuk ke daam organ pernafasan. Maka bersin itu datangnya dari Yang Maha Pengasih, sebab padanya terdapat manfaat yang besar bagi tubuh. Nikmat manakah yang engkau dustakan?


Dan seperti hadits di awal, bahwa Nabi mengajarkan adab ketika bersin yaitu mengucapkan Alhamdulillah sebagai bentuk rasa syukur kita atas kehendak Allah yang bermanfaat bagi tubuh kita.

Dakwah: “Jalma teh Tempatna Salah jeung Poho”


الانسان محلّ الخطاء

Jalma teh tempatna salah jeung poho”
oleh:

Yukeu Nopiyanti; XII.IPA-B

Jalma anu ngabogaan dosa, hakekatna butuh maghfiroh atawa panghampura ti Allah. Ku sabab kitu, Allah SWT masihan kautamaan jeung kanyaah ka hamba-hamba na ku cara nyampurnakeun amalan-amalan sangkan bisa ngagugurkeun dosa salian ti taubat. Diantawisna:
  1. Nyampurnakeun wudhu tuluy angkat ka masjid

Wudhu teh mangrupikeun salahsahiji sarat sah shalat. Hartina, sadaya jalma muslim anu bade ngalaksanakeun shalat, kudu ngagaduhan wudhu.
Rasulullah SAW ngadawuh: “Lamun seug hiji jalma wudhu tuluy nyampurnakeun wudhuna tuluy indit ka masjid ku niat rek ngalaksanakeun shalat, mangka tiap lengkahna ku Allah baris di angkat darajatna jeung dihapus dosana.” (HR. Tirmidzi)

      2. Shaum Arofah jeung Asyuro

Shaum arofah teh nyaeta shaum anu dilaksanakeun nalika umat islam anu nuju ibadah haji nuju ngalaksanakeun qurban, nyaeta dina ping 9 Dzulhijjah. Shaum arofah teh seueur kautamiannana. Salahsahijina nyaeta tiasa ngagugurkeun dosa.
Shaum Asyuro nu kaduana, nyaeta shaum anu dilaksanakeun dina ping 10 Muharram. Rasulullah SAW ngadawuh: “Shaum Arofah kaula miharep ridho ti Allah jeung ngahapus dosa sataun saacan taun ayeuna lajeng sataun saenggeus taun ayeuna.” (HR. Tirmidzi)

      3. Shalat Taraweh di bulan Ramadhan

Rasulullah SAW ngadawuh: “Sing saha wae anu ngalaksanakeun Ramadhan (shalat taraweh) ku kaimanan jeung miharep pahala ti Allah mangka bakal dihampura dosa-dosana anu tipayun.” (HR. Bukhari-Muslim)

      4. Haji nu Mabrur

Ibadah haji teh mangrupikeun rukun islam anu ka 5, kanggo sadaya mu’min anu mampu, boh finansialna boh fisikna.
Rasulullah SAW ngadawuh: “Sing saha anu ngalaksanakeun ibadah haji, teras henteu ngucapkeun cariosan anu keji jeung midamel kapasekan mangka anjeunna sapertos budak / orok anu karek dilahirkeun (uih deui kanu kaayaan suci).” (HR. Bukhari)

      5. Ngumandangkeun adzan

Rasulullah SAW ngadawuh: “Hiji Mu’adzin bakal dihampura dosana sapanjang gema sorana.” (HR. Ahmad, dishohihkeun ku Albani dina shahih Al-Jaami’)

      6. Shalat wengi (Tahajjud)

Tahajjud teh mangrupikeun ibadah anu sering dilaksanakeun ku Rasulullah diantara shalatna. Shalat Tahajjud oge mangrupikeun waktu anu loba rahmatna ti Allah, sabab urang memelaan hudang nalika batur nuju raraosna kulem. Tah eta anu jadi ganjaran di payuneun Allah SWT.

Rasulullah SAW ngadawuh: “Prak aranjeun gera Shalaatul-Lail sabab Shalaatul-Lail teh mangrupakeun kabiasaan jalma sholeh saacan aranjeun (Rasulullah, jeung (Shalaatul-Lail teh) amalan anu bisa ngadeukeutkeun anjeun ka Rabb aranjeun, sarta ngahapus tina kasalahan-kasalahan sarta ngajauhkeun urang tina dosa-dosa.” (HR. Al-Haakim, dishohihkeun ku Al-Albani dina riwayat Al-Ghalil).

Dicekapkeun wae mung sakieu, saleresna seueur keneh amalan-amalan anu tiasa ngagugurkeun dosa, anu sapalihna deui insyaa Allah di dugikeun kangge kasempetan Khutbah dina waktos anu kapayun.

Mung sakitu anu tiasa kapihatur, haturnuhun kana perhatosannana, aakhirul kalaam, Rabbanaa aatinaa fid-dunyaa hasanah wa fil-aakhirati hasanah wa qinaa ‘adzaaban-naar.


Wassalam wr. Wb.

Tafsir QS Al-A’raf:166 “YAHUDI DIKUTUK JADI MONYET”


Tafsir QS Al-A’raf:166

YAHUDI DIKUTUK JADI MONYET
oleh:

Alma Mahisha XII.IPA-B

 فَلَمَّا عَتَوْا عَنْ مَا نُهُوا عَنْهُ قُلْنَا لَهُمْ كُونُوا قِرَدَةً خَاسِئِينَ

“Nalika maranehna sombong kanu sagala anu dilarang, Kaula ngomongkeun ka maranehna: Jadilah maraneh monyet anu hina!”

Sateuacanna, abdi bade naros. Naha rekan RG-UG percanten kanu disebat “kutukan”? panginten diantawis rekan RG-UG nyangki yen anu disebat kutukan teh sami sareng dongeng Malin Kundang anu dikutuk jadi batu ku indungna.

Saleresna ayat tadi teh ngajelaskeun yen dina Al-Quran oge aya carita ngeunaan jalmi anu dikutuk ku Allah jadi monyet oge dihina. Ayat eta teh nyaritakeun ngeunaan bangsa Yahudi anu hirup jauh sateuacan Nabi Muhammad SAW lahir.

Para mufasir eta nyebatkeun yen kajadian eta teh nimpa masarakat di hiji desa, anu nami desa na ti sababaraha riwayat teh benten-benten. Ibnu Abbas nyebatkeun nami desa na Aylah, tapi dina riwayat anu sanes anjeunna nyebatkeun Madyan. Sedengkeun Az-Zuhri nyebatkeun nami desa na nyaeta Thobariyyah. 

Masarakat Yahudi anu tadi hirupna teh di basisir anu padamelan sadidintenna janten nalayan. Alllah ngalarang maranehna pikeun ngala lauk di poe Saptu, sabab poe Saptu pikeun Ibadah. Hiji saat Allah Nguji bangsa Yahudi eta ku cara dina poe Saptu teh laukna seueur pisan, tapi dina poe-poe sejenna lauk teh teu aya. Ku sabab eta sabagian ti masarakat Yahudi eta migawe kalicikan, nyaeta maranehna masang kecrik dina poe Juma’ah sore, jadi pas poe Saptu maranehna angger ibadah, lajeng dina poe Minggu kakara kecrik anu geus pinuh ku lauk teh ku maranehna dibawa. Allah nganggap pagawean maranehna eta teh mangrupakeun larangan anu dilanggar. Ku sabab eta Allah Ngutuk maranehna jadi monyet. 

Aya sababaraha pendapat ti ulama Tafsir, aya nu nyebatken saatos jadi monyet, bangsa Yahudi maot jeung binasa, aya oge anu nyebatkeun yen ku kawasaan Allah maranehna balik deui ka wujud asalna.Nu jelas mah monyet-monyet anu tadi teh teu aya katurunan dugi ka ayeuna. Jeung nu pasti teu sadayana bangsa Yahudi dikutuk jadi monyet. 

Ku kituna, urang kudu syukur jeung menta ditunjukkeun jalan anu lurus ka Allah SWT.