“ZUHUD, WARA’, TAWADHU’ DAN QANA’AH”
oleh :
Deiska Lestari Maulani; X-B
oleh :
Deiska Lestari Maulani; X-B
Makna & hakikat zuhud banyak diungkap
Al-Qur’an, Al Hadits, & ucapan para ulama. Misalnya surat Al-Hadiid ayat
20-23 berikut ini.
"Ketahuilah, bahwa sesungguhnya kehidupan dunia itu hanyalah
permainan & suatu yang melalaikan, perhiasan dan bermegah-megah antara kamu
serta berbangga-bangga tentang banyaknya harta & anak, seperti hujan yang
tanam-tanamannya mengagumkan para petani
kemudian tanaman itu menjadi kering dan kamu lihat warnanya kuning
kemudian menjadi hancur. Dan di akhirat (nanti) ada azab yang keras &
ampunan dari Allah serta keridhaan-Nya. Dan kehidupan dunia ini tidak lain
hanyalah kesenangan yang menipu. Berlomba-lombalah kamu kepada (mendapatkan)
ampunan dari Tuhanmu & surga yang luasnya seluas langit & bumi, yang
disediakan bagi orang-orang yang beriman kepada Allah & Rasul-rasul-Nya.
Itulah karunia Allah, diberikan-Nya kepada siapa yang dikehendaki-Nya. Dan
Allah mempunyai karunia yang besar. Tiada suatu bencanapun yang menimpa di bumi
& (tidak pula) pada dirimu sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab
(Lauh Mahfuzh) sebelum Kami menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu
adalah mudah bagi Allah. (Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan
berduka cita terhadap apa yang luput dari kamu, & supaya kamu jangan
terlalu gembira terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak
menyukai setiap orang yang sombong lagi membanggakan diri."
Ayat di atas tidak menyebutkan kata zuhud,
tetapi mengungkapkan tentang makna dan hakikat zuhud. Ayat ini menerangkan
tentang hakikat dunia yang sementara dan hakikat akhirat yang kekal. Kemudian
menganjurkan orang-orang beriman untuk berlomba meraih ampunan dari Allah dan
surga-Nya di akhirat.
Imam Ahmad menafsirkan tentang sifat zuhud
yaitu tidak panjang angan-angan (impian/target) dalam kehidupan dunia. Beliau
melanjutkan, orang yang zuhud ialah orang yang bila dia berada di pagi hari dia
berkata "Aku khawatir tidak bisa menjumpai waktu sore hari". Maka dia
segera memanfaatkan waktunya untuk beramal & beribadah sebaik-baiknya.
Ibnu Taimiyah mengatakan -sebagaimana dinukil oleh muridnya, Ibnu
al-Qayyim- bahwa zuhud adalah meninggalkan apa yang tidak bermanfaat demi kehidupan
akhirat
1. WARA’
Wara’ mengandung pengertian menjaga diri
atau sikap hati-hati dari hal yang syubhat & meninggalkan yang haram. Lawan
dari wara' adalah syubhat yang berarti tidak jelas apakah hal tsb halal atau
haram.
"Sesungguhnya yang halal
itu jelas & yang haram itu jelas. Di antara keduanya ada yang syubhat,
manusia tidak banyak mengetahui. Siapa yang menjaga dari syubhat, maka
selamatlah agama & kehormatannya. Dan siapa yang jatuh pada syubhat, maka
jatuh pada yang haram" (HR Bukhari & Muslim)
Contoh: Seseorang meninggalkan kebiasaan mendengarkan &
memainkan musik karena dia tahu bahwa bermusik atau mendengarkan musik itu ada
yang mengatakan halal & ada yang mengatakan haram.
2. TAWADHU
Tawadhu’ adalah lawan kata dari takabbur
(sombong). Ia berasal dari lafadz Adl-Dla’ah yang berarti kerelaan manusia
terhadap kedudukan yang lebih rendah, atau rendah hati terhadap sesama/orang
yang beriman, atau mau menerima kebenaran apapun bentuknya dan dari siapa pun
asalnya.
Seseorang belum dikatakan tawadhu’ kecuali
jika telah melenyapkan kesombongan yang ada dalam dirinya. Semakin kecil sifat
kesombongan dalam diri seseorang, semakin sempurnalah ketawadhu’annya dan
begitu juga sebaliknya. Ahmad Al Anthaki berkata: “Tawadhu’ yang paling
bermanfaat adalah yang dapat mengikis kesombongan dari dirimu dan yang dapat
memadamkan api (menahan) amarahmu”. Yang dimaksud amarah di situ adalah amarah
karena ke-pentingan pribadi yang merasa berhak mendapatkan lebih dari apa yang
semestinya diperoleh, sehingga membuatnya tertipu & membanggakan diri
(Kitab Ihya ‘Ulumuddin, Al Ghazali).
Imam Al Ghazali rahimahullah memberi
nasihat agar kita jangan sampai melihat diri kita lebih baik. Karena kebaikan
yang hakiki adalah dari penilaian Allah di akhirat kelak dan itu masalah ghaib.
Hal itu juga tergantung dengan keadaan bagaimana keadaan kita waktu meninggal.
Oleh Sebab itu, Imam Al Ghazali pun
menyampaikan agar kita memandang pihak lain dengan kacamata tawadhu’,”Jika
engkau melihat anak kecil, katakanlah dalam hatimu, 'Ia belum pernah bermaksiat
kepada Allah. Sedangkan aku telah bermaksiat. Tidak diragukan lagi bahwa ia
lebih baik dariku.' Jika engkau melihat orang yang lebih tua katakanlah,’Orang
ini telah beribadah sebelum aku melakukannya. Tidak diragukan lagi bahwa ia
lebih baik dariku.’ Jika melihat orang alim (pandai), katakan,’Orang ini telah
memperoleh apa yang belum aku peroleh. Maka, bagaimana aku setara
dengannya.’Jika dia bodoh, katakan dalam hatimu,’Orang ini bermaksiat dalam
kebodohan, sedangkan aku bermaksiat dalam keadaan tahu. Maka, hujjah Allah
terhadap diriku lebih kuat, dan aku tidak tahu bagaimana akhir hidupnya dan
akhir hidupku.’ Jika orang itu kafir, katakan,’Aku tidak tahu, bisa saja dia
menjadi Muslim dan akhir hidupnya ditututup dengan amalan yang baik dan dengan
keislamannya dosanya diampuni. Sedangkan aku, dan aku berlindung kepada Allah
dari hal ini, bisa saja Allah menyesatkanku, hingga aku kufur dan menutup usia
dengan amalan keburukan. Sehingga ia kelak termasuk mereka yang dekat dengan
rahmat sedangkan aku jauh darinya.’
4. QANA’AH
Qanaah mengandung pengertian merasa
cukup/puas dengan yang ada dan cukup atas pemberian rizki atau nikmat dari
Allah swt. Lawan dari qanaah adalah tamak.
Hendaknya para penuntut ilmu selalu
menghiasi diri dengan sikap qana’ah (menerima apa adanya yang diberikan oleh
Allah Ta’ala) dan zuhud. Para Ulama mengatakan zuhud itu derajatnya lebih
tinggi di bandingkan wara’ karena pengertian wara’ adalah meninggalkan apa saja
yang bisa membahayakan bagi kehidupan seseorang, sedangkan zuhud adalah
meninggalkan apa saja yang tidak bermanfaat bagi kehidupan akhiratnya. Jika ada
sesuatu yang tidak membahayakan sekaligus tidak ada manfaatnya maka orang yang
sekedar wara’ tidak akan menghindarinya, namun orang yang zuhud akan
menjauhinya karena dia tidak akan berbuat kecuali yang membawa manfaat bagi
kehidupan akhiratnya.
Assalamualaikum,maaf nanya,no 3 nya di mana?
BalasHapusKenapa no 3 nya gak ada
BalasHapusHarusnya no1 zuhud no2 wara no3 tawwadhu no4 qona'ah
BalasHapusKomentar ini telah dihapus oleh pengarang.
BalasHapusAssalamualaikum, maaf kalau saya salah.
BalasHapusKalau boleh kata2 "bisa saja Allah menyesatkanku," di ganti atau di hapus. Karna mana mungkin Allah menyesatkan hamba nya sendiri.